GM memiliki sejarah panjang di Indonesia namun gagal.
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia merupakan 'negara Toyota'. Selama 40 tahun berkibar di tanah air, Toyota Motor Corp dan afiliasinya, termasuk Daihatsu, telah memiliki 450 dealer dan 54 persen pangsa pasar otomotif.
Bandingkan dengan produsen otomotif asal Amerika Serikat, General Motors Corp (GM) sebagai produsen Chevrolet. Telah beroperasi sejak 1938 namun saat ini hanya memiliki 34 dealer dan hanya menguasai 1 persen pangsa pasar mobil Indonesia.
Di tengah dominasi Toyota, GM berusaha untuk merebut pasar. Indonesia merupakan pasar otomotif yang menggoda berbagai pabrikan mobil lainnya dan terlalu sulit untuk diabaikan. Indonesia, bersama Brazil, Rusia, India, Afrika Selatan dan China, merupakan salah satu pasar negara berkembang terpanas di dunia.
Pada 2012 lalu, data penjualan mobil menembus 1 juta unit dan diperkirakan akan bertambah hingga dua kali lipat dalam tiga tahun ke depan. McKinsey Global Institute memperkirakan ada tambahan 90 juta orang yang akan bergabung menjadi konsumen kelas menengah pada 2030, menyalip Inggris.
GM selama beberapa dekade gagal menciptakan kendaraan yang tepat bagi Indonesia, yang lebih menyukai vans "people mover" atau Multi Purpose Vehicle (MPV). Akhirnya, kini GM memperkenalkan Chevrolet Spin yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
GM memanfaatkan kembali pabrik perakitan yang ditutup pada 2005 lalu. Untuk menggenjot penjualan, saat ini perusahaan sedang meningkatkan jaringan dealer. GM Chief Executive, Dan Akerson, menargetkan Chevrolet Spin dan berbagai model lainnya dapat mengambil pangsa pasar 7-10 persen dalam satu dekade.
Bahkan, GM telah menujuk Marcos Purty, untuk memimpin GM Indonesia. "Sekarang kami sudah mempunyai mobil yang dibangun di Indonesia dan ditunjukkan untuk 40 persen pangsa pasar Indonesia yang menyukai MPV."
Jatuh bangun GM
GM memiliki sejarah panjang di Indonesia namun gagal. Muncul di jalanan Indonesia sejak 1920 dan mulai membangun pabrik pada 1938 di Jakarta Utara. Pada pertengahan 1950-an, GM meninggalkan Indonesia karena saat itu populer permintaan kendaraan murah dan tahan lama.
Posisi yang ditinggalkan GM langsung diambil alih oleh Toyota. Bersama mitranya, Toyota saat ini menjual setengah juta mobil per tahun di Indonesia. Chief Operating Officer Nissan Motor Co, Toshiyuki Shiga, menyebut Indonesia sebagai "Republik Toyota".
Pada 1971, Toyota mulai merakit Corolla dan Land Cruiser di Astra di tempat sama yang ditinggalkan GM. Bisnis Toyota lepas landas setelah pada 1977 memperkenalkan Kijang, mobil MPV yang dirancang khusus untuk Indonesia. Setelah 40 tahun, Kijang tetap menjadi lumbung duit Toyota. Toyota Innova, reinkarnasi terbaru Kijang, pada 2012 berhasil terjual 71.364 unit.
GM kembali ke Indonesia pada 1993, masa emas Indonesia sebagai macan ekonomi Asia. Pada masa itu, GM membentuk usaha patungan dengan mitra lokal, Garmak Motor, untuk merakit Opel yang komponennya diimpor langsung dari Eropa.
Namun Opel pun keok karena harga yang ditawarkan lebih mahal dari Kijang. Opel pada 1998 dilual dengan harga Rp200-230 juta, sedangkan Kijang hanya Rp128 juta. Opel saat itu juga memiliki kelemahan tidak ada atribut penting kendaraan utilitas Asia, yaitu tidak adanya kursi di baris ketiga.
Toyota menjual rata-rata 36 ribu unit Kijang per tahun pada pertengahan 1990an, sedangkan GM hanya menjual 3.500 unit pad 1997. Pada 2001, volume penjualan merosot hanya 640 unit.
GM, sesaat setelah kerusuhan 1998 berusaha merayu Astra dan Isuzu untuk bergabung dengan mereka. Namun negosiasi tersebut gagal karena Astra tidak memiliki keinginan untuk bekerjasama dengan Toyota dan afiliasinya. "Kami bahagia menikah dengan Toyota," kata CEO Astra International, Prijono Sugiarto.
Kini, GM sedang fokus membangun merek dan jaringan penjualan sendiri di Indonesia. Presiden Direktur PT GM Indonesia, Marcos Purty, memimpin langsung semuanya.
Purty bukan orang baru bagi GM. Ibunya bekerja sebagai test driver GM di Michigan sementara Purty telah bergabung dengan GM sejak 1994 sebagai supervisor produksi. Purty gencar memperkenalkan berbagai produk di Indonesia tahun lalu, dari pick-up Colorado, SUV Trailblazer, Compact SUV, Captiva dan mini hatchback, Aveo.
Pada tahun ini, GM menyiapkan amunisi sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia, Chevrolet Spin yang memiliki tiga baris kursi dan diproduksi di Indonesia dengan kapasitas 40 ribu unit per tahun. Harganya pun terjangkau kelas menengah, Rp139,7 juta.
GM pun berencana membuka 50 dealer baru hingga akhir tahun, melengkapi 34 dealer yang telah ada saat ini. Strategi awalnya adalah mencoba meyakinkan dealer yang berafiliasi dengan Toyota untuk juga membuat dealer Chevrolet sebagai bisnis terpisah. Dua tahun lalu, ada lima dealer Toyota memiliki bisnis dealer dengan GM. Namun, pintu itu telah ditutup oleh Toyota.
Toyota Motor Corp menanggap ini suatu ancaman yang sulit. Toyota Corp dan sister company, Daihatsu, menggunakan taktik Stick and Carrot. Toyota Astra Motor, perusahana patungan antara Toyota dan Astra, meminta 260 perusahaan dealer untuk menandatangani ikrar kesetiaan. Hal ini diikuti juga oleh Daihatsu Astra Motor.
Sebagai insentif, Toyota dan grup berjanji akan investasi tambahan sebesar US$1,2 miliar untuk tingkatkan kapasitas produksi dan investasi modal lainnya di Indonesia. Namun, di sisi lain Toyota mengancam akan mencabut lisensi bisnis setiap dealer yang bekerjasama dengan GM atau kompetitor lain.
Perjanjian tersebut memberikan amnesti kepada dealer yang dulu pernah bekerjasama dengan GM. "Asal mereka melepas bisnisnya dengan GM dan setia kepada Toyota," kata Presiden Direktur Toyota Astra Motor, Johnny Darmawan.
Dahulu Toyota Astra Motor mengizinkan dealer untuk menjual mobil merek lain saat persaingan belum ketat. "Tetapi sekarang persaingan sangat ketat dari pendatang baru seperti GM," tambah Johnny.
Darmawan mengingatkan, bagi dealer yang melanggar Toyota tidak segan untuk memberikan sanksi berupa pemutusan kontrak kerjasama dan dealer tersebut tidak bisa lagi menjual mobil Toyota dan afiliasinya.
Toyota melalui partnernya, Astra International, memiliki kekuatan lain dalam pertempuran pasar otomotif Indonesia. Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Sudirman MR, merupakan Presiden Direktur Astra Daihatsu Motor merupakan orang Astra. Sedangkan Johnny Darmawan merupakan satu dari enam direktur Gaikindo.
Keunggulan lainnya adalah layanan purna jual, suku cadang, pemeliharaan dan perbaikan. Khusus untuk suku cadang, Toyota dan Daihatsu dapat membengkokkan aturan internal. Di pasar berkembang, untuk membeli suku cadang asli mungkin susah dilakukan.
Toyota Eksekutif berbasis di Jakarta, Mamoru Akiyama, mengatakan banyak toko suku cadang Toyota dikelola dan dioperasikan independen dan sulit bagi Toyota untuk mengontrol bisnis sehari-hari. Beberapa dari toko tersebut menjual suku cadang non-asli.
Kebijakan resmi toyota menoleransi komponen non-asli dilakukan sejak akhir 1980an. Eksekutif Toyota Indonesia saat itu, Koji Hasegawa, memperbolehkan penggunaan suku cadang palsu asal dealer jangan berbohong kepada konsumen dengan memberikan informasi resiko dan fakta menggunakan suku cadang palsu membatalkan garansi.
Sementara GM tidak ingin mengikuti langkah Toyota Motor Corp. GM hanya memasarkan suku cadang asli dengan cara meningkatkan berbagai komponen dengan menggandeng mitra lokal lokal namun dengan kualitas yang telah ditingkatkan. Ini merupakan strategi perusahaan untuk meyakinkan konsumen produk GM dapat berfungsi secara jangka panjang.
GM optimis langkah ini bisa mengikis dominasi Toyota di Indonesia. "Kami tidak putus asa karena ini baru babak pertama dan pertandingan belum berakhir," katanya.
Bandingkan dengan produsen otomotif asal Amerika Serikat, General Motors Corp (GM) sebagai produsen Chevrolet. Telah beroperasi sejak 1938 namun saat ini hanya memiliki 34 dealer dan hanya menguasai 1 persen pangsa pasar mobil Indonesia.
Di tengah dominasi Toyota, GM berusaha untuk merebut pasar. Indonesia merupakan pasar otomotif yang menggoda berbagai pabrikan mobil lainnya dan terlalu sulit untuk diabaikan. Indonesia, bersama Brazil, Rusia, India, Afrika Selatan dan China, merupakan salah satu pasar negara berkembang terpanas di dunia.
Pada 2012 lalu, data penjualan mobil menembus 1 juta unit dan diperkirakan akan bertambah hingga dua kali lipat dalam tiga tahun ke depan. McKinsey Global Institute memperkirakan ada tambahan 90 juta orang yang akan bergabung menjadi konsumen kelas menengah pada 2030, menyalip Inggris.
GM selama beberapa dekade gagal menciptakan kendaraan yang tepat bagi Indonesia, yang lebih menyukai vans "people mover" atau Multi Purpose Vehicle (MPV). Akhirnya, kini GM memperkenalkan Chevrolet Spin yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
GM memanfaatkan kembali pabrik perakitan yang ditutup pada 2005 lalu. Untuk menggenjot penjualan, saat ini perusahaan sedang meningkatkan jaringan dealer. GM Chief Executive, Dan Akerson, menargetkan Chevrolet Spin dan berbagai model lainnya dapat mengambil pangsa pasar 7-10 persen dalam satu dekade.
Bahkan, GM telah menujuk Marcos Purty, untuk memimpin GM Indonesia. "Sekarang kami sudah mempunyai mobil yang dibangun di Indonesia dan ditunjukkan untuk 40 persen pangsa pasar Indonesia yang menyukai MPV."
Jatuh bangun GM
GM memiliki sejarah panjang di Indonesia namun gagal. Muncul di jalanan Indonesia sejak 1920 dan mulai membangun pabrik pada 1938 di Jakarta Utara. Pada pertengahan 1950-an, GM meninggalkan Indonesia karena saat itu populer permintaan kendaraan murah dan tahan lama.
Posisi yang ditinggalkan GM langsung diambil alih oleh Toyota. Bersama mitranya, Toyota saat ini menjual setengah juta mobil per tahun di Indonesia. Chief Operating Officer Nissan Motor Co, Toshiyuki Shiga, menyebut Indonesia sebagai "Republik Toyota".
Pada 1971, Toyota mulai merakit Corolla dan Land Cruiser di Astra di tempat sama yang ditinggalkan GM. Bisnis Toyota lepas landas setelah pada 1977 memperkenalkan Kijang, mobil MPV yang dirancang khusus untuk Indonesia. Setelah 40 tahun, Kijang tetap menjadi lumbung duit Toyota. Toyota Innova, reinkarnasi terbaru Kijang, pada 2012 berhasil terjual 71.364 unit.
GM kembali ke Indonesia pada 1993, masa emas Indonesia sebagai macan ekonomi Asia. Pada masa itu, GM membentuk usaha patungan dengan mitra lokal, Garmak Motor, untuk merakit Opel yang komponennya diimpor langsung dari Eropa.
Namun Opel pun keok karena harga yang ditawarkan lebih mahal dari Kijang. Opel pada 1998 dilual dengan harga Rp200-230 juta, sedangkan Kijang hanya Rp128 juta. Opel saat itu juga memiliki kelemahan tidak ada atribut penting kendaraan utilitas Asia, yaitu tidak adanya kursi di baris ketiga.
Toyota menjual rata-rata 36 ribu unit Kijang per tahun pada pertengahan 1990an, sedangkan GM hanya menjual 3.500 unit pad 1997. Pada 2001, volume penjualan merosot hanya 640 unit.
GM, sesaat setelah kerusuhan 1998 berusaha merayu Astra dan Isuzu untuk bergabung dengan mereka. Namun negosiasi tersebut gagal karena Astra tidak memiliki keinginan untuk bekerjasama dengan Toyota dan afiliasinya. "Kami bahagia menikah dengan Toyota," kata CEO Astra International, Prijono Sugiarto.
Kini, GM sedang fokus membangun merek dan jaringan penjualan sendiri di Indonesia. Presiden Direktur PT GM Indonesia, Marcos Purty, memimpin langsung semuanya.
Purty bukan orang baru bagi GM. Ibunya bekerja sebagai test driver GM di Michigan sementara Purty telah bergabung dengan GM sejak 1994 sebagai supervisor produksi. Purty gencar memperkenalkan berbagai produk di Indonesia tahun lalu, dari pick-up Colorado, SUV Trailblazer, Compact SUV, Captiva dan mini hatchback, Aveo.
Pada tahun ini, GM menyiapkan amunisi sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia, Chevrolet Spin yang memiliki tiga baris kursi dan diproduksi di Indonesia dengan kapasitas 40 ribu unit per tahun. Harganya pun terjangkau kelas menengah, Rp139,7 juta.
GM pun berencana membuka 50 dealer baru hingga akhir tahun, melengkapi 34 dealer yang telah ada saat ini. Strategi awalnya adalah mencoba meyakinkan dealer yang berafiliasi dengan Toyota untuk juga membuat dealer Chevrolet sebagai bisnis terpisah. Dua tahun lalu, ada lima dealer Toyota memiliki bisnis dealer dengan GM. Namun, pintu itu telah ditutup oleh Toyota.
Toyota Motor Corp menanggap ini suatu ancaman yang sulit. Toyota Corp dan sister company, Daihatsu, menggunakan taktik Stick and Carrot. Toyota Astra Motor, perusahana patungan antara Toyota dan Astra, meminta 260 perusahaan dealer untuk menandatangani ikrar kesetiaan. Hal ini diikuti juga oleh Daihatsu Astra Motor.
Sebagai insentif, Toyota dan grup berjanji akan investasi tambahan sebesar US$1,2 miliar untuk tingkatkan kapasitas produksi dan investasi modal lainnya di Indonesia. Namun, di sisi lain Toyota mengancam akan mencabut lisensi bisnis setiap dealer yang bekerjasama dengan GM atau kompetitor lain.
Perjanjian tersebut memberikan amnesti kepada dealer yang dulu pernah bekerjasama dengan GM. "Asal mereka melepas bisnisnya dengan GM dan setia kepada Toyota," kata Presiden Direktur Toyota Astra Motor, Johnny Darmawan.
Dahulu Toyota Astra Motor mengizinkan dealer untuk menjual mobil merek lain saat persaingan belum ketat. "Tetapi sekarang persaingan sangat ketat dari pendatang baru seperti GM," tambah Johnny.
Darmawan mengingatkan, bagi dealer yang melanggar Toyota tidak segan untuk memberikan sanksi berupa pemutusan kontrak kerjasama dan dealer tersebut tidak bisa lagi menjual mobil Toyota dan afiliasinya.
Toyota melalui partnernya, Astra International, memiliki kekuatan lain dalam pertempuran pasar otomotif Indonesia. Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Sudirman MR, merupakan Presiden Direktur Astra Daihatsu Motor merupakan orang Astra. Sedangkan Johnny Darmawan merupakan satu dari enam direktur Gaikindo.
Keunggulan lainnya adalah layanan purna jual, suku cadang, pemeliharaan dan perbaikan. Khusus untuk suku cadang, Toyota dan Daihatsu dapat membengkokkan aturan internal. Di pasar berkembang, untuk membeli suku cadang asli mungkin susah dilakukan.
Toyota Eksekutif berbasis di Jakarta, Mamoru Akiyama, mengatakan banyak toko suku cadang Toyota dikelola dan dioperasikan independen dan sulit bagi Toyota untuk mengontrol bisnis sehari-hari. Beberapa dari toko tersebut menjual suku cadang non-asli.
Kebijakan resmi toyota menoleransi komponen non-asli dilakukan sejak akhir 1980an. Eksekutif Toyota Indonesia saat itu, Koji Hasegawa, memperbolehkan penggunaan suku cadang palsu asal dealer jangan berbohong kepada konsumen dengan memberikan informasi resiko dan fakta menggunakan suku cadang palsu membatalkan garansi.
Sementara GM tidak ingin mengikuti langkah Toyota Motor Corp. GM hanya memasarkan suku cadang asli dengan cara meningkatkan berbagai komponen dengan menggandeng mitra lokal lokal namun dengan kualitas yang telah ditingkatkan. Ini merupakan strategi perusahaan untuk meyakinkan konsumen produk GM dapat berfungsi secara jangka panjang.
GM optimis langkah ini bisa mengikis dominasi Toyota di Indonesia. "Kami tidak putus asa karena ini baru babak pertama dan pertandingan belum berakhir," katanya.
No comments:
Post a Comment